Proses inovasi pendidikan adalah serangkaian aktifitas
yang dilakukan individu atau organisasi, mulai sadar tahu adanya inovasi sampai menerapkan
(implementasi) inovasi pendidikan. Dalam inovasi terdapat dua proses inovasi
yaitu difusi dan diseminasi.
A.
Pengertian Difusi dan Diseminasi
Difusi ialah proses komunikasi inovasi antara warga
masyarakat(anggota sistem sosial), dengan menggunakan saluran tertentu dan
dalamwaktu tertentu. Komunikasi dalam definisi ini ditekankan dalam arti
terjadinyasaling tukar informasi (hubungan timbal balik), antar beberapa
individu baik secara memusat (konvergen) maupun memencar (divergen) yang
berlangsung secara spontan. Dengan adanya komunikasi
ini akan terjadi kesamaan
pendapat antar warga masyarakat tentang
inovasi.
Jadi
difusi dapat merupakan salah satu tipe komunikai yakni komunikasi yang
mempunyai ciri pokok, pesan yang dikomunikasikan adalah hal yang baru (inovasi).
Rogers
membedakan antara sistem difusi sentralisasi dan sistem difusi desentralisasi.
Dalam sistem difusi sentralisasi, penentuan tentang berbagai hal Seperti: kapan
dimulainya difusi inovasi, dengan saluran apa, siapa yang akan menilai
hasilnya, dan sebagainya, dilakukan oleh sekelompok kecil orang tertentu atau
pimpinan agen pembaharu. Sedangkan dalam sistem difusi desentralisasi,
penentuan itu dilakukan oleh klien (warga masyarakat) bekerja sama dengan
beberapa orang yang telah menerima inovasi. Dalam pelaksanaan sistem difusi
desentralisasi yang secara ekstrim tidak perlu ada agen pembaharu. Warga masyarakat
itu sendiri yang bertanggungjawab terjadinya difusi inovasi. Diseminasi adalah
proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan dikelola. Jadi
kalau difusi terjadi secara spontan, maka diseminasi dengan perencanaan. Dalam
pengertian ini dapat juga direncanakan terjadinya difusi. Misalnya dalam
penyebaran inovasi penggunaan pendekatan ketrampilan proses dalam proses
belajar mengajar. Setelah diadakan percobaan ternyata dengan pendekatan
keterampilan proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan siswa
aktif belajar. Maka hasil percobaan itu perlu didesiminasikan untuk
menyebarluaskan cara baru tersebut, dengan cara menatar beberapa guru dengan
harapan akan terjadi juga difusi inovasi antar guru di sekolah masing-masing, terjadi
saling tukar informasi dan akhirnya terjadi kesamaan pendapat antara guru
tentang inovasi tersebut.
B.
Elemen Difusi Inovasi
Rogers
mengemukakan ada 4 elemen pokok difusi inovasi, yaitu: (1) inovasi, (2) komunikasi
dengan saluran tertentu, (3) waktu, dan (4) warga masyarakat (anggota sistem
sosial). Untuk jelasnya setiap elemen diurakan sebagai berikut:
1. Inovasi
Inovasi ialah suatu ide, barang, kejadian,
metode yang diamati sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok
orang, baik berupa hasil invensi atau diskoveri yang diadakan untuk mencapai
tujuan tertentu. Baru disini diartikan mengandung ketidak tentuan (uncertainty),
artinya sesuatu yang mengandung berbagai alternatif. Sesuatu yang tidak tentu
masih terbuka berbagai kemungkinan bagi orang yang mengamati, baik mengenai
arti, bentuk, manfaat, dan sebagainya. Dengan adanya informasi berarti mengurangi
ketidak tentuan tersebut, karena dengan informasi itu berarti memperjelas arah
pada satu alternatif tertentu.
Rogers
membedakan dua macam informasi, pertama informasi yang berkaitan dengan
pertanyaan “ Apa inovasi (hal yang baru) itu?”, “Bagaimana menggunakannya?”,
“Mengapa perlu hal yang baru itu?”. Informasi yang kedua berkaitan dengan
penilaian inovasi atau berkaitan dengan pertanyaan “Apa manfaat menerapkan
inovasi?”. “Apa konsekuensinya menggunakan inovasi?.”Jika anggota sistem sosial
(warga masyarakat) yang menjadi sasaran inovasi dapat memperoleh informasi yang
dapat menjawab berbagai pertanyaan tersebut dengan jelas, maka akan hilanglah
ketidak tentuan terhadap inovasi. Mereka telah memperoleh pengertian yang
mantap apa inovasi itu. Mereka akan menerima dan juga menerapkan inovasi. Cepat
lambatnya proses penerimaan inovasi dipengaruhi juga oleh atribut dan karakteristik
inovasi.
2. Komunikasi dengan saluran
tertentu
Komunikasi dalam difusi inovasi ini
diartikan sebagai proses pertukaran informasi antara anggota sistem sosial,
sehingga terjadi saling pengertian antara satu dengan yang lain. Difusi adalah
salah satu tipe komunikasi yang menggunakan hal yang baru sebagai bahan
informasi. Inti dari pengertian difusi ialah terjadi komunikasi (pertukaran
informasi) tentang sesuatu hal yang baru (inovasi). Kegiatan komunikasi dalam
proses difusi mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) suatu inovasi, (2) individu
atau kelompok yang telah mengetahui dan berpengalaman dengan inovasi, (3) individu
atau kelompok yang lain yang belum mengenal inovasi, (4) saluran komunikasi
yang menggabungkan antara kedua pihak tersebut. Saluran komunikasi merupakan
alat untuk menyampaikan informasi dari seorang ke orang lain. Kondisi ke dua
pihak yang berkomunikasi akan mempengaruhi pemilihan atau penggunaan saluran yang
tepat untuk mengefektifkan proses komunikasi. Misalnya saluran media massa
seperti radio, televisi, suratkabar, dan sebagainya telah digunakan untuk menyampaikan
informasi dari seorang atau seklompok orang kepada orang banyak (massa).
Biasanya media massa digunakan untuk menyampaikan informasi kepada audien
dengan maksud agar audien (peneriam informasi) mengetahui dan menyadari adanya
inovasi. Sedangkan saluran interpersonal (hubungan secara langsung antar
individu), lebih efektif untuk mempengaruhi atau membujuk seseorang agar mau
menerima inovasi, terutama antara orang yang bersahabat atau mempunyai hubungan
yang erat. Dalam penggunaan saluran interpersonal dapat juga terjadi hubungan
untuk beberapa orang, dengan kata lain saluran interpersonal dapat dilakukan
dalam suatu kelompok.
Dari
hasil kajian para ahli ternyata dalam proses difusi banyak orang tidak menilai
inovasi secara obyektif berdasarkan karya ilmiah, tetapi justru mereka menilai
inovasi secara subyektif berdasarkan informasi yang diperoleh dari kawannya
yang telah lebih dahulu mengetahui dan menerima inovasi. Proses komunikasi
interpersonal ini akan efektif jika sesuai dengan prinsip homophily (kesamaan)
yaitu: komunikasi akan lebih efektif jika dua orang yang berkomunikasi itu
memiliki kesamaan seperti: asal daerah, bahasa, kepercayaan, tingkat
pendidikan, dan sebagainya. Seandainya seseorang diberi kebebasan untuk
berinteraksi dengan sejumlah orang, ada kecenderungan orang itu akan memilih
orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Proses komunikasi antar orang yang
homophily akan lebih terasa akrab dan lancar, gangguan komunikasi kecil
sehingga kemungkinan terjadinya pengaruh individu satu terhadap yang lain lebih
besar. Tetapi dalam kenyataannya apa yang banyak dijumpai dalam proses difusi
justru keadannya berlawanan dengan homophily yaitu heterophily.
Misalnya seorang agen pembaharu yang bertugas di luar daerahnya. Maka dia harus
berkomunikasi dengan orang yang mempunyai banyak perbedaan dengan dirinya (heterophily),
berbeda tingkat kemampuannya, mungkin juga beda tingkat pendidikan, bahasa, dan
sebagainya, akibatnya komunikasi kurang efektif.
Kesulitan
dengan adanya perbedaan-perbedaan antara individu yang berkomunikasi itu dapat
diatasi jika ada emphaty (empati) yaitu kemampuan seseorang untuk
memproyeksikan dirinya (mengandaikan dirinya) sama dengan orang lain. Dengan
kata lain empati ialah kemampuan untuk menyamakan dirinya dengan orang lain. Heterophily
yang memiliki kemampuan empati yang tinggi, sebenarnya jika ditinjau dari
psikologi social sudah merupakan homophily.
3. Waktu
Waktu adalah elemen yang penting dalam
proses difusi, karena waktu merupakan aspek utama dalam proses komunikasi.
Tetapi banyak peneliti komunikasi yang kurang memperhatikan aspek waktu, dengan
bukti tidak menunjukkannya secara eksplisit variabel waktu. Mungkin hal ini
terjadi karena waktu tidak secara nyata berdiri sendiri terlepas dari suatu
kejadian, tetapi waktu merupakan aspek dari setiap kegiatan. Peranan dimensi
waktu dalam proses difusi terdapat pada tiga hal
sebagai berikut:
(1)
Proses keputusan inovasi ialah proses sejak seseorang
mengetahui inovasi pertama kali sampai ia memutuskan untuk menerima atau
menolak inovasi. Ada 5 langkah (tahap) dalam proses keputusan inovasi yaitu (a)
pengetahuan tentang inovasi, (b) bujukan atau imbauan, (c) penetapan atau keputusan,
(d) penerapan (implementasi), dan (e) konfirmasi (confirmation).
(2
Kepekaan seseorang terhadap inovasi).
Tidak semua orang dalam suatu sistem sosial menerima inovasi dalam waktu yang
sama. Mereka menerima inovasi dari urutan waktu, artinya ada yang dahulu ada
yang kemudian. Orang yang menerima inovasi lebih dahulu secara reletif lebih peka
terhadap inovasi daripada yang menerima inovasi lebih akhir. Jadi kepekaan
inovasi ditandai dengan lebih dahulunya seseorang menerima inovasi dari yang
lain dalam suatu sistem sosial (masyarakat). Berdasarkan kepekaan terhadap
inovasi dapat dikategorikan menjadi 5 kategori penerima inovasi yaitu: (a)
inovator, (b) pemula, (c) mayoritas awal, (d) mayoritas, (e) terlambat
(tertinggal).
(3)
Kecepatan penerimaan inovasi ialah kecepatan relatif
diterimanya inovasi oleh warga masyarakat. Kecepatan inovasi biasanya diukur
berdasarkan lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai prosentase tertentu
dari jumlah waktu masyarkat yang telah menerima inovasi. Oleh karen itu pengkuran
kecepatan inovasi cenderung diukur dengan berdasarkan tinjauan penerimaan
inovasi oleh keseluruhan warga masyarakat bukan penerimaan inovasi secara
individual.
(4)
Warga Masyarakat (anggota sistem sosial)
ialah hubungan (interaksi antar individu atau orang dengan bekerja sama untuk
memecahkan masalah guna mencapai tujuan tertentu. Anggota sistem sosial dapat
individu, kelompok-kelompok informal, organisasi, dan sub sistem yang lain. Contohnya:
petani di pedesaan, dosen, dan pegawai di perguruan tinggi, kelompok dokter di
rumah sakit, dan sebagainya. Semua anggota system sosial bekerja sama untuk
memecahkan masalah guna mencapai tujuan bersama. Dengan demikian maka sistem
sosial merupakan ikatan bagi anggotanya dalam melakukan kegiatan artinya
anggota tentu saling pengertian dan hubungan timbal balik. Jadi sistem sosial
akan mempengaruhi proses difusi inovasi, karena proses difusi inovasi terjadi
dalam sistem sosial. Proses difusi melibatkan hubungan antar individu dalam
sistem sosial, maka jelaslah bahwa individu akan terpengaruh oleh sistem sosial
dalam menghadapi suatu inovasi. Berbeda sistem sosial akan berbeda pula proses
difusi inovasi, walaupun mungkin dikenalkan dan diberi fasilitas dengan cara
dan perlengkapan yang sama.
C. Peranan Guru dalam Difusi Inovasi di Dunia Pendidikan
Inovasi Dalam
bidang pendidikan, banyak usaha dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya
pembaruan atau inovasi pendidikan. Inovasi yang terjadi dalam bidang pendidikan
tersebut, antara lain dalam hal manajemen pendidikan, metodologi pengajaran,
media, sumber belajar, pelatihan guru, implementasi kurikulum, dsb. Dalam hal
implementasi inovasi di sekolah, maka guru merupakan faktor terpenting yang
harus melaksanakan inovasi dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Inovasi harus berlangsung di
sekolah guna memperoleh hasil yang terbaik dalam mendidik siswa.
b.
Ujung tombak keberhasilan
pendidikan di sekolah adalah guru.
c.
Oleh karena itu guru harus
mampu menjadi seorang yang inovatif guna menemukan strategi atau metode yang
efektif untuk mendidik.
d.
Inovasi yang dilakukan guru
pada intinya berada dalam tatanan pembelajaran yang dilakukan di kelas.
e.
Kunci utama yang harus dipegang
guru adalah bahwa setiap proses atau produk inovatif yang dilakukan dan
dihasilkannya harus mengacu kepada kepentingan siswa.
D. Hambatan-hambatan dalam Proses Difusi Inovasi
Dalam implementasinya kita sering
mendapati beberapa hambatan yang berkaitandengan inovasi. Pengalaman
menunjukkan bahwa hampir setiap individu atau organisasi memiliki semacam
mekanisme penerimaan dan penolakan terhadap perubahan. Segera setelah ada pihak
yang berupaya mengadakan sebuah perubahan, penolakan atau hambatan akan sering
ditemui. Orang-orang tertentu dari dalam ataupun dari luar sistem akan tidak
menyukai, melakukan sesuatu yang berlawanan, melakukan sabotase atau mencoba
mencegah upaya untuk mengubah praktek yang berlaku. Penolakan ini mungkin
ditunjukkan secara terbuka dan aktif atau secara tersembunyi dan pasif. Alasan
mengapa ada orang yang ingin menolak perubahan walaupun kenyataannya praktek
yang ada sudah kurang relevan, membosankan, sehingga dibutuhkan sebuah inovasi.
Fenomena ini sering disebut sebagai penolakan terhadap perubahan. Banyak upaya
telah dilakukan untuk menggambarkan, mengkategorisasikan dan menjelaskan
fenomena penolakan ini. Ada empat macam kategori hambatan dalam konteks
inovasi. Keempat kategori tersebut adalah:
a) Hambatan
psikologis
b) Hambatan
praktis
c) Hambatan
nilai-nilai, dan
d) Hambatan
kekuasaan
a. Hambatan
psikologis
Hambatan-hambatan ini ditemukan bila kondisi psikologis individu
menjadi faktor penolakan. Hambatan psikologis telah dan masih merupakan
kerangka kunci untuk memahami apa yang terjadi bila orang dan sistem melakukan
penolakan terhadap upaya perubahan. Kita akan menggambarkan jenis hambatan ini
dengan memilih satu faktor sebagai suatu contoh yaitu dimensi
kepercayaan/keamanan versus ketidakpercayaan/ketidakamanan karena faktor ini
sebagai unsur inovasi yang sangat penting. Faktor-faktor psikologis lainnya
yang dapat mengakibatkan penolakan terhadap inovasi adalah: rasa enggan karena
merasa sudah cukup dengan keadaan yang ada, tidak mau repot, atau ketidaktahuan
tentang masalah. Kita dapat berasumsi bahwa di dalam suatu sistem sosial,
organisasi atau kelompok akan ada orang yang pengalaman masa lalunya tidak
positif. Menurut para ahli psikologi perkembangan, ini akan mempengaruhi
kemampuan dan keberaniannya untuk menghadapi perubahan dalam pekerjaannya. Jika
sebuah inovasi berimplikasi berkurangnya kontrol (misalnya diperkenalkannya
model pimpinan tim atau kemandirian masing-masing bagian), maka pemimpin itu
biasanya akan memandang perubahan itu sebagai negatif dan mengancam. Perubahan
itu dirasakannya sebagai kemerosotan, bukan perbaikan.
b. Hambatan
praktis
Hambatan praktis adalah
faktor-faktor penolakan yang lebih bersifat fisik. Untuk memberikan contoh
tentang hambatan praktis, faktor-faktor berikut ini akan dibahas:
1)
Waktu
2)
Sumber daya
3)
System
Ini adalah faktor-faktor yang sering
ditunjukkan untuk mencegah atau memperlambat perubahan dalam organisasi dan
sistem sosial. Program pusat-pusat pelatihan guru sangat menekankan aspek-aspek
bidang ini. Ini mungkin mengindikasikan adanya perhatian khusus pada keahlian
praktis dan metode-metode yang mempunyai kegunaan praktis yang langsung. Oleh
karena itu, inovasi dalam bidang ini dapat menimbulkan penolakan yang terkait
dengan praktis. Artinya, semakin praktis sifat suatu bidang, akan semakin mudah
orang meminta penjelasan tentang penolakan praktis. Di pihak lain, dapat
diasumsikan bahwa hambatan praktis yang sesungguhnya itu telah dialami oleh
banyak orang dalam kegiatan mengajar sehari-hari, yang menghambat perkembangan
dan pembaruan praktek. Tidak cukupnya sumber daya ekonomi, teknis dan material sering
disebutkan. Dalam hal mengimplementasikan perubahan, faktor waktu sering kurang
diperhitungkan. Segala sesuatu memerlukan waktu. Oleh karena itu, sangat
penting untuk mengalokasikan banyak waktu bila kita membuat perencanaan
inovasi. Pengalaman menunjukkan bahwa masalah yang tidak diharapkan, yang
mungkin tidak dapat diperkirakan pada tahap perencanaan, kemungkinan akan
terjadi. Yang kedua, masalah pada bidang keahlian dan sumber daya ekonomi
sebagai contoh tentang hambatan praktis. Dalam perencanaan dan implementasi
inovasi, tingkat pengetahuan dan jumlah dana yang tersedia harus
dipertimbangkan. Ini berlaku terutama jika sesuatu yang sangat berbeda dari
praktek di masa lalu akan dilaksanakan, dengan kata lain jika ada perbedaan
yang besar antara yang lama dengan yang baru. Dalam kasus seperti ini, tambahan
sumber daya dalam bentuk keahlian dan keuangan dibutuhkan. Pengalaman telah
menunjukkan bahwa dana sangat dibutuhkan, khususnya pada awal dan selama masa
penyebarluasan gagasan inovasi.. Ini mungkin terkait dengan kenyataan bahwa
bantuan dari luar, peralatan baru, realokasi, buku teks dll. diperlukan selama
fase awal. Sumber dana yang dialokasikan untuk perubahan sering kali tidak
disediakan dari anggaran tahunan. Media informasi dan tindak lanjutnya sering
dibutuhkan selama fase penyebarluasan gagasan inovasi. Dalam kaitan ini penting
untuk dikemukakan bahwa dana saja tidak
cukup untuk melakukan perbaikan dalam praktek. Sumber daya keahlian seperti
pengetahuan dan keterampilan orang-orang yang dilibatkan dalam upaya inovasi
ini merupakan faktor yang sama pentingnya. Dengan kata lain, jarang sekali kita
dapat memilih antara satu jenis sumber atau jenis sumber lainnya, melainkan
kita memerlukan semua jenis sumber itu. Jelaslah bahwa kurangnya sumber
tertentu dapat dengan mudah menjadi hambatan.
c. Hambatan kekuasaan dan nilai
c. Hambatan kekuasaan dan nilai
Bila dijelaskan secara singkat, hambatan
nilai melibatkan kenyataan bahwa suatu inovasi mungkin selaras dengan
nilai-nilai, norma-norma dan tradisi-tradisi yang dianut orang-orang tertentu,
tetapi mungkin bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut sejumlah orang lain.
Jika inovasi berlawanan dengan nilai-nilai sebagian peserta, maka bentrokan
nilai akan terjadi dan penolakan terhadap inovasi pun muncul. Apakah kita
berbicara tentang penolakan terhadap perubahan atau terhadap nilai-nilai dan
pendapat yang berbeda, dalam banyak kasus itu tergantung pada definisi yang
kita gunakan. Banyak inovator telah mengalami konflik yang jelas dengan orang
lain, tetapi setelah dieksplorasi lebih jauh, ternyata mereka mendapati bahwa
ada kesepakatan dan aliansi dapat dibentuk. Pengalaman ini dapat dijelaskan
dengan kenyataan bahwa sering kali orang dapat setuju mengenai sumber daya yang
dipergunakan. Kadang-kadang hal ini terjadi tanpa memandang nilai-nilai. Dengan
demikian kesepakatan atau ketidaksepakatan di permukaan mudah terjadi dalam
kaitannya dengan aliansi. Sering kali aliansi itu terbukti sangat penting bagi
implementasi inovasi.