1.
Konsep Dasar dan Karakteristik
Pembelajaran Kontekstual
Para ahli menyebut pembelajaran
kontekstual atau contextual, teaching and
learning dengan istilah yang berbeda-beda, seperti: pendekatan pembelajaran
kontekstual, strategi pembelajaran kontekstual, dan model pembelajaran
kontekstual. Apapun istilah yang digunakan para ahli tersebut, pada dasarnya
kontekstual berasal dari bahasa Inggris “contextual” yang berarti
sesuatu yang berhubungan dengan konteks.Oleh sebab itu pembelajaran kontekstual
merupakan konsep pembelajaran yang mana guru menggunakan pengalaman siswa yang
pernah dilihat atau dilakukan dalam kehidupannya sebagai sumber belajar
pendukung.
Ada dua pengertian pembelajaran kontekstual:
Pertama,merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan
bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
(konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/
keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu
permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. Kedua,
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2005).
Berdasarkan
pengertian pembelajaran kontekstual diatas, dapat diperjelas sebagai berikut:
a. Pembelajaran
kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,
artinya proses belajar berorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.
b. Pembelajaran
kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah denga kehidupan nyata
di masyarakat
c. Pembelajaran
kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya
pembelajaran kontekstual tidak hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi
yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai
perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Terdapat lima karakteristik penting dalam
menggunakan proses pembelajaran kontekstual yaitu pembelajaran merupakan proses
pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru, pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal
tetapi untuk diyakini dan diterapkan, mempraktekkan pengalaman dalam kehidupan
nyata dan melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
P 2. Pendekatan dan Prinsip Pembelajaran
Kontekstual
a. Pendekatan
pembelajaran kontekstual
Pendekatan pembelajaran kontekstual
menekankan pada aktifitas siswa secara penuh baik fisik maupun mental dengan
memandang siswa sebagai individu yang sedang berkembang, artinya kemampuan
belajar sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka.
Selain menekankan pada aktifitas siswa secara penuh, pembelajaran kontekstual memandang
bahwa belajar bukanlah kegiatan menghafal, mengingat-ngingat fakta,
mendemonstrasikan latihan secara berulang-ulang akan tetapi proses
berpengalaman dalam kehidupan nyata sehingga siswa menemukan materi
pelajarannya sendiri bukan hasil pemberian guru.
b. Prinsip-prinsip
pembelajaran kontekstual
Menurut Elaine B. Jhonson (dalam Irianti, 2010 [Online]), dalam
pembelajaran kontekstual minimal ada tiga prinsip yang digunakan, yaitu: saling
ketergantungan, diferensiasi, dan pengorganisasian.
Pertama,
prinsip saling ketergantungan (interdepence),
menurut hasil kajian para ilmuwan segala yang ada di dunia ini adalah saling
berhubungan dan tergantung begitu pun dalam pendidikan dan pembelajaran.
Sekolah merupakan suatu sistem kehidupan yang terkait dalam kehidupan di rumah,
di tempat bekerja maupun di masyarakat. Dalam kehidupan di sekolah siswa saling
berhubungan dan bergantung dengan guru, kepala sekolah, tata usaha, orangtua
dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Selain itu, siswa berhubungan dengan
bahan ajar, sumber belajar, media, sarana prasarana belajar, iklim sekolah dan
lingkungan. Saling berhubungan ini harus memberi makna tersendiri sebab makna
ada jika ada hubungan yang berarti. Oleh karena itu, melalui pembelajaran
kontekstual dapat menjadi penghubung antara keterkaitan konsep yang dipelajari
di sekolah dengan penerapan dalam kehidupan nyata.
Kedua, prinsip diferensiasi (differentiation) yang menunjukkan kepada
sifat alam yang secara terus menerus
menimbulkan perbedaan, keseragaman, keunikan. Diferensiasi bukan hanya
menunjukkan perubahan dan kemajuan tanpa batas, akan tetapi juga satuan
kesatuan yang berbeda tersebut berhubungan, saling tergantung dalam keterpaduan
yang bersifat saling menguntungkan. Prinsip diferensiasi yang dinamis tersebut
bukan hanya berlaku dan berpengaruh pada alam semesta, tetapi juga pada sistem
pendidikan. Para pendidik dituntut untuk mendidik, mengajar, melatih dan
membimbing sejalan dengan prinsip diferensiasi alam semesta ini. Proses
pendidikan dan pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan menekankan kreativitas,
keunikan, variasi dan kolaborasi. Konsep-konsep tersebut bisa dilaksanakan
dalam pembelajaran kontekstual karena pembelajaran kontekstual sangat
menekankan aktivitas dan kreativitas siswa.
Ketiga, prinsip pengorganisasian
diri (self organization), setiap
individu atau kesatuan dalam alam semesta mempunyai potensi yang melekat, yaitu
kesadaran sebagai kesatuan utuh yang berbeda dari yang lain. Segala sesuatu
memiliki organisasi diri, keteraturan diri, kesdaran diri, pemeliharaan diri
dan hal lain yang khas dan berbeda dengan yang lainnya. Prinsip organisasi diri
menuntut para pendidik di sekolah agar mendorong semua siswanya untuk dapat
memahami dan merealisasikan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin,
mencapai keunggulan akademik, penguasaan keterampilan standar, pengembangan
sikap dan moral sesuai dengan harapan masyarakat.
3.
Kelebihan pembelajaran kontekstual
dibandingkan pembelajaran konvensional
Konteks
Pembelajaran
|
Pembelajaran
Kontekstual
|
Pembelajaran
Konvensional
|
Hakikat
Belajar
|
Konten
pembelajaran selalu dikaitkan dengan kehidupan nyata yang diperoleh
sehari-hari pada lingkungannya
|
Isi
pelajaran terdiri dari konsep dan teori yang abstrak tanpa pertimbangan
manfaat bagi siswa
|
Model
pembelajaran
|
Siswa
belajar melalui kegiatan kelompok seperti kerja kelompok, berdiskusi,
praktikum kelompok, saling bertukar pikiran, memberi dan menerima informasi
|
Siswa
melakukan kegiatan pembelajaran bersifat indivdual dan komunikasi satu arah,
kegitan dominan mencatat, menghafal, menerima intruksi guru
|
Kegiatan
pembelajaran
|
Siswa
ditempatkan sebagai subjek pembelajaran dan berusaha menggali dan menemukan
sendiri materi pembelajaran
|
Siswa
ditempatkan sebagai objek pembelajran yang lebih berperan sebagai penerima
informasi yang pasif dan kaku
|
Kebermaknaan
belajar
|
Megutamakan
kemampuan yang didasarkan pada pengalaman yang diperoleh siswa dari kehidupan
nyata
|
Kemampuan
yang didapat siswa berdasarkan pada latihan-latihan dan drill yang terus
menerus
|
Tindakan
dan perilaku siswa
|
Menumbuhkan
kesadaran daripada anak didik atas dorongan dirinya sendiri bukan karena
faktor yang lain
|
Tindakan
dan perilaku individu didasarkan oleh faktor luar dirinya, tidak melakukan
sesuatu karena takut sanksi, kalaupun melakukan sekedar memperoleh nilai atau
ganjaran
|
Tempat
belajar
|
Pembelajaran
terjadi di berbagai tempat, konteks, dan seting
|
Pembelajaran
hanya terjadi dalam kelas
|
Tujuan
hasil belajar
|
Pengetahuan
yang dimiliki bersifat tentatif karena tujuan akhir belajar adalah kepuasan
diri
|
Pengetahuan
yang diperoleh dari hasil pembelajaran bersifat final dan absolut karena
bertujuan untuk nilai
|
4 3.
Asas-asas dalam pembelajaran kontekstual
Komponen-komponen pembelajaran kontekstual memiliki
tujuh asas dalam proses pembelajarannya, meliputi: kontruktivisme, Inkuiri,
Bertanya, Masyarakat Belajar, Pemodelan,
refleksi dan Penilaian Nyata.
a. Kontruktivisme
Kontruktivisme merupakan proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Jean Piaget (Sanjaya 2005) menganggap bahwa pengetahuan itu
terbentuk bukan hanya dari objek semata, akan tetapi juga dari kemampuan
individu sebagai subjek yang menganggap setiap objek yang diamatinya.
b. Inkuiri
Inkuiri bisa diartikan sebagai proses pembelajaran berdasarkan pada
pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pada
pembelajaran inkuiri tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan anak menghapal
sebuah materi akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa
menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.
c. Bertanya
(Questioning)
Bertanya merupakan wujud nyata keingintahuan setiap indiviu, sedangkan
menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam
proses pembelajaran kontekstual guru tidak banyak menyampaikan informasi begitu
saja, akan tetapi berusaha memancing agar siswa menemukan sendiri pengetahuan
yang ingin diketahuinya.
d. Masyarakat
Belajar
Dalam kelas pembelajaran kontekstual, penerapan asas masyarakat belajar
dapat dilakukan melalui kelompok belajar. Siswa dapat dibagi dalam beberapa
kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat kemampuannya maupun
kecepatan belajar, minat dan bakatnya. Dalam kelompok mereka bisa saling
bertukar pengetahuan, jika perlu guru bisa mendatangkan seorang narasumber
kedalam kelas, misalnya dokter berbicara tentang kesehatan di dalam kelas.
e. Pemodelan
(Modeling)
Pemodelan merupakan proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu
sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Contohnya seorang guru
kesenian memberikan contoh bagaimana bermain angklung kepada para siswanya.
Proses modeling ini tidak terbatas dari guru saja, tetapi dapat juga guru
memanfaatkan siswa yang memiliki keterampilan untuk menjadi model.
f. Refleksi
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap berakhir proses
pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau
mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan siswa menafsirkan
pengalamannya secara bebas, sehingga siswa dapat memperbaharui pengetahuan yang
telah dibentuknya dan menambah khasanah pengetahuannya.
g. Penilaian
Penilaian nyata dilakukan sejalan
dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama
kegiatan pembelajaran berlangsung dan meliputi seluruh aspek domain penilaian
oleh sebab itu penilaian nyata lebih menekankan kepada proses belajar bukan
kepada hasil belajar.
h. Model
Pembelajaran Kontekstual
Dengan model pembelajaran kontekstual
siswa diajak untuk memecahkan suatu masalah yang muncul di kehidupan
sehari-hari yang relevan dengan konsep pembelajaran yang akan diajarkan oleh
guru. Biarkan siswa mengungkapkan dengan kata-kata mereka sendiri bagaimana
solusi terbaik versi mereka, biarkan mereka mengemukakan argumentasinya sesuai
dengan taraf berpikir siswa sekolah dasar.
5 4. Model
Pembelajaran Kontekstual
Ada beberapa tahapan dalam model pembelajaran
kontekstual, yaitu invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan pengambilan
tindakan.
a. Invitasi
Pada tahap ini siswa didorong agar
mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas. Bahkan bila perlu
guru memancing dengan memberikan pertanyaan tentang masalah kehidupan
sehari-hari yang berkaitan dengan konsep yang dibahas.
b. Eksplorasi
Pada tahap ini siswa diberi
kesempatan untuk meneliti dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian,
penginterpretasian data dalam sebuah kegiatan.
c. Penjelasan
dan Solusi
Pada tahap ini siswa dapat
memberikan solusi yang didasarkan pada hasil penyelidikannya ditambah dengan
penguatan dari guru.
d. Pengambilan
Tindakan
Pada tahap ini siswa dapat membuat
keputusan dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan gagasan-gagasan
untuk memecahkan masalah secara individu maupun kelompok. Siswa juga dapat
mengajukan pertanyaan lanjutan untuk menambah pengetahuannya.
Berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran kontekstual
tersebut, maka langkah-langkah pembelajaran kontekstual seperti dibawah ini:
1) Pendahuluan
a)
Guru menjelaskan kompetensi yang harus
dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi yang akan
dipelajari.
b)
Guru menjelaskan prosedur pembelajaran
kontekstual:
(1) Siswa
dibagi dalam beberapa kelomok sesuai dengan jumlah siswa
(2) Tiap
kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi, misalkan kelompok 1 dan 2
melakukan observasi ke Puskesmas (memelihara
kesehatan diri sendiri) dan kelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke
Rumah sakit (memelihara kesehatan lingkungan).
(3) Melalui
observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang berhubungan dengan
hasil temuan saat observasi tadi.
(4) Guru
melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.
2) Inti
Di
Lapangan
a) Siswa
melakukan observasi ke Puskesmas sesuai dengan pembagian tugas kelompok
b) Siswa
mencatat hal-hal yang mereka temukan tadi sesuai dengan alat observasi yang
telah mereka tentukan sebelumnya.
3) Penutup
a) Dengan
bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah temuan sesuai
dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai
b) Guru
menugaskan siswa untuk membuat tugas tentang pengalaman belajar mereka dengan
tema “Kesehatan”.
6 5. Peran
Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Kontekstual
Menurut Bobbi Deporter (dalam
Asmani, 2011) ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu: tipe Visual, tipe
auditorial, dan tipe kinestetis. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara
melihat artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan cara menggunakan indera
penglihatannya. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan
alat pendengarannya. Tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara bergerak,
bekerja, dan menyentuh.
Dalam
proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam
dunia siswa artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar
siswa. Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan kontekstual.
a. Siswa
dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang. kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian peran
guru, bukanlah sebagai instruktur atau “penguasa” yang memaksakan kehendak
melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan
tahap perkembangannya.
b. Setiap
anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh
tantangan. Belajar bagi anak adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang
menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar
yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
c. Belajar
bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau hubungan antara hal-hal yang
sudah diketahui. Peran guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan
keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman lamanya.
Belajar
bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada (asimilasi) atau
proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah
memfasilitasi agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.
thanks and good job
BalasHapus